Ketika memasuki bulan Juni, semua akun di berbagai sosial media ramai sekali membahas tentang 'Hujan Bulan Juni', termasuk Saya. Terlalu mainstream memang. Tapi Saya kagum dengan puisi Pak Sapardi ini. Sueer..meskipun dibuat puluhan tahun lalu, tetap saja relevan untuk saat ini. Menurut Saya puisi itu cukup dapat mewakili jutaan hati manusia yang merasakan hal yang sama.
Coba kita simak puisi Pak Sapardi berikut ini..
Kehebatan puisi di atas mengajarkan tentang ketabahan, kebijaksanaan, dan kearifan hujan bulan Juni. Tetaplah menjadi demikian
hujan bulan Juni. Sekalipun rintikmu telah diturunkan di suatu belahan bumi,
tetaplah demikian. Meskipun tetes airmu belum mampu membahasahi semua
belahan dunia, tetaplah demikian.
Saat puisi Hujan Bulan Juni ditulis, musim penghujan dan kemarau berjalan secara stabil. Sedangkan sekarang teori yang Saya dapatkan di sekolah tidak lagi relevan digunakan karena cuaca tak menentu. Kalau dulu patokannya jelas. Bulan April- Oktober adalah musim kemarau, sedangkan Oktober sampai april adalah musim penghujan. Kalau sekarang musim sudah berganti, sudah tak lagi sama dengan teori.
Hujan di bulan Juni untuk saat ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Iya,, bukanlah sesuatu yang mustahil. Kemarin saja hujan turun dengan derasnya. Berderai,, menyampaikan jutaan rindu pada bumi pertiwi.
Bulan Juni ini Saya pun merasakan jutaan rasa yang teramat sulit untuk diterjemahkan lewat kata, apapun itu setiap rasa yang hadir harus dinikmati dan disyukuri. Semoga semakin pandai mengolah rasa dan mengeja setiap cinta-Nya.
Selamat mengolah rasa sobat, semoga mampu menjadi hidangan yang lezat dan berkhasiat :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar