Rabu, 18 September 2013

JILBABKU PUN KIAN BERDENTING

Aku seorang wanita  yang diberi nama begitu cantik oleh orang tuaku. Sebuah nama yang artinya seorang wanita utama, seorang permaisuri yang cantik yang akan melahirkan raja-raja. Orangtuaku berharap memiliki anak yang tidak hanyak cantik secara fisik namun akhlaqnya juga cantik insyaallah.Semoga nantinya aku dapat melahirkan generasi-generasi yang mampu menjadi pemimpin bagi negeri ini.
 Entah sejak  kapan dikatakan ‘layak’ bernyanyi  didepan umum hingga aku diminta menyanyi. Padahal suara juga pas-pasan saja.  Bapaku tercinta yang menurunkan darah seni itu mengalir deras dalam tubuhku. Bapaku pandai memainkan wayang, beliau adalah seorang dhalang. Meski tak sekondhang Ki Manteb, perjuangan ndhalang bapaku sangat menginspirasi. Mungkin dilain kesempatan menceritakan tentang perjuangan bapak.
Kembali kepada bernyanyi. Karir bernyanyi  pertama kali adalah kelas 3 SD di sebuah acara HUT RI. Aku diberi kesempatan bernyanyi di sebuah panggung. Panggung itu cukup  megah menurut ukuran anak SD.  Jangan dikira aku menyanyikan lagu anak-anak lho. Bukan..bukan lagu anak-anak yang kunyanyikan. Melainkan lagu dangdut. Semua pemain musiknya masih sanak famili. Kalau tidak salah waktu itu membawakan lagu dari Evie Tamala. Lucu sekali memang anak kecil nyanyi dangdut. Tapi dangdutnya gak heboh dengan goyangan erotis seperti sekarang ini. Musik dangdut yang masih sesuai dengan jalur Bang Rhoma. Kalau yang heboh itu sungguh Terlalu..hehe J. Bisa dikatakan pengalaman pertamaku yang mengantarkan ke pengalaman berikutnya.
Aku seperti digiring ke suatu tempat dimana aku sendiri tidak tahu kemana akan bermuara. Semua orang menggiringku untuk berkesenian. Saat itu aku benar-benar belum menemukan bakatku sesungguhnya itu apa. Pak Pri guru SD ku yang membimbingku dengan sabar untuk mengikuti lomba macapat. Macapat adalah tembang jawa dimana ada aturan tertentu dalam setiap lagunya. Aturan tersebut adalah guru lagu (bunyi dalam setiap akhir lagu a.i.u.e.o), guru wilangan (jumlah suku kata per baris), guru gatra (jumlah baris dalam setiap bait). Alhamdulillah meski masih pemula sempat Juara 3 di tingkat Kabupaten.  Kegiatan bernyanyi di SD masih terus berlangsung,  mengikuti kegiatan pentas seni mewakili sekolah atau menyanyi di hajatan tetangga.
Memasuki SMP kukira orang lain tidak akan tahu bahwa aku senang bernyanyi.  Ternyata aku salah. Semenjak ditunjuk mewakili kelas untuk mengikuti lomba vocal antar kelas dan berhasil mendapatkan juara 1, seisi sekolah jadi tahu kalau aku bisa bernyanyi. Sejak saat itu sering diminta mengisi setiap ada  acara di sekolah. Selain itu ikut ansambel musik dan karawitan. Semua kegiatan ekstrakulikuler yang kuikuti tidak pernah jauh dari yang namanaya kesenian. Mengikuti  ekstra Karawitan pun tidak dipilih menjadi pemain gamelannya melainkan menjadi wiraswara alias sindhen. Yah semua kegiatan itu kunikmati saja, hanya sebatas suka dan nyaman tanpa tahu adakah kemanfaatan dari lantunan lagu yang kusenandungkan. Astagfirullah. Iri rasanya melihat teman-teman yang sudah mengenal nasyid dari SD atau SMP.
Menginjak  SMA, masih saja berhubungan dengan kegiatan seni meskipun di sekolah tidak ada mata pelajaran seni musik kegiatan bermusik tidak berhenti. Aku ikut dalam sebuah ekstrakulikuler band. Pantasnya aku megang apa di grup band,? Tidak ada yang pantas sepertinya karena aku memang tidak bisa memainkan alat musik. Jadi tetaplah menjadi seseorang yang memegang microfon dalam grup band tersebut, menjadi vokalis band.  Selain itu aktif mengikuti perlombaan vocal mewakili sekolah.Pernah Ikut Lomba Solo Vokal Alhamdulillah juara 1.  Ingat sekali aku waktu itu menyanyikan lagunya Rossa. Makasih Kak Ocha atas lagunya yang membuat juri terharu.
Sampai di akhir kenaikan kelas 2  aku memutuskan langkah besar dalam hidupku  yaitu menggunakan jilbab. Aku mantap untuk memakai jilbab baik di sekolah maupun diluar rumah meskipun jilbab yang kukenakan terkadang masih belum sesuai syariat. Banyak cobaan  diawal-awal  menggunakan jilbab. Tapi Alhamdulillah masih tetap istiqomah dalam berjilbab.
Sempat gamang juga dengan keputusan besar ini, namun kegiatan ngeband masih saja kujalani. Mengikuti lomba vocal, macapat, dan sebagainya. Pernah waktu itu ditunjuk sekolah untuk mewakili kecamatan dalam festival penyanyi dangdut se kabupaten. Bagi yang lolos seleksi akan masuk ke provinsi dan rekaman. Sebuah surprise ketika memasuki arena perlombaan. Wow.. saya satu-satunya kontestan yang berjillbab. Karena seluruh kontestan menggunakan pakaian layaknya seorang penyanyi professional. Sepatu highills, pakaian seksi make up tebal. Sempat ciut juga mental ini melihat kontestan lain. Karena seluruh kontestan terlihat dari segi usia dan kematangan suara jauh lebih mumpuni. Alhamdulillah saat itu masuk sepuluh besar. Lumayan untuk ukuran anak SMA. Seorang anak SMA yang cupu melawan para penyanyi-penyanyi yang sudah senior.  Meskipun tidak selalu mendapatkan juara tapi aku banyak belajar dari itu. Takdir Allah saat itu menuliskan bahwa semenjak aku berjilbab  jarang sekali memenangkan sebuah perlombaan menyanyi. Aku sempat merasakan kebingungan dalam diri apakah karena aku berjilbab maka tidak seharusnya bernyanyi?  Kegagalan demi kegagalan yang aku alami dalam perlombaan membuatku berfikir keras jangan-jangan yang kulakukan ini sebuah kesalahan. Di tengah kegalauan itu aku masih memenuhi permintaan bapak atau ibu guru yang menyuruhku bernyanyi di berbagai acara.
Manusia tanpa ujian tidak akan pernah naik kelas. Karna sejatinya, ujian itulah yang membuat kita naik setingkat lebih baik. Demikian pula saat sudah berjilbab kemudian masih bernyanyi bukan tanpa ujian pula. Pandangan aneh, cibiran, kritikan sering kudapatkan. Ada suatu pengalaman saat aku akan shalat dhuha, ada kakak kelas SMA perempuan  yang mengatakan “ Kamu kan banyak dosanya ya, biasa nyanyi di café-café gitu jadi harus rajin sholat dhuha ya” Ia berkata tanpa rasa bersalah. Aku cuma diam saja, biarlah Allah yang Maha Tahu. Ya Rabbi…apakah demikan  hinanya aku, café mana coba yang aku datangi. Rumah juga di desa gitu mana ada café. Begitulah itu hanya salah satu yang lain masih banyak lagi.
Tahun 2008, lulus SMA dan mulai memasuki bangku kuliah di sebuah Universitas di Yogyakarta. Masa jeda antara SMA dan kuliah kugunakan untuk menambah pengetahuan tentang keislaman. Termasuk pengetahuan tentang berjilbab yang benar secara syariat. Waktu itu sudah muncul keinginan untuk berjilbab secara benar sesuai dengan buku yang aku baca. Karena aku sempat menangis membaca sebuah hadist  yang menyebutkan bahwa akan ada suatu masa dimana para perempuan itu berpakaian akan tetapi sejatinya telanjang, mereka tidak akan mencium bau surga. Astagfirullah.. aku benar-benar seperti tertampar membaca buku tersebut. Bahkan mencium bau surga saja tidak, padahal surge itu dapat tercium dari jarak yang begitu jauh. Meski sudah ada niatan untuk berjilbab lebih baik lagi, namun niatan itu belum terlalu kuat masih timbul dan tenggelam.
Masa kuliah pun tiba, aku diterima di Jurusan Bahasa Jawa. Sama sekali tidak menyangka kalau ternyata jurusan ini begitu banyak kegiatan yang berbau seni. Baik itu drama, karawitan, macapat dan lain sebagainya. Sebuah surprise yang luar biasa karena kusangka tidak akan bisa lagi bersinggungan dengan dunia kesenian. Disela-sela kuliah  aku mengikuti kegiatan Lembaga Dakwah Kampus. Di sana kami mengkaji islam lebih dalam lagi, dan akhirnya ALLAH memberikan kemantapan hati untuk berjilbab lebih baik lagi. Alhamdulillah sungguh nikmat yang tak terkira. Walau diawal sempat ditentang keluarga. Dengan pertolongan Allah semuanya akhirnya menerima. Dulu disangka teroris atau aliran-aliran islam yang aneh ketika memutuskan menggunkan jilbab yang lebih lebar dan kemana-mana mengenakan kaos kaki. Sekarang, justru orang tua yang melarang menerima tawaran dari tetangga jika diminta menjaga kado  di hajatan mereka. Karna kalau menerima tawaran mereka, jilbab akan dimasukan ke baju.  Hukum dari mana yang mengharuskan seseorang memasukkan jilbabnya dalam baju. Takut tidak modis, takut model bajunya g kelihatan, atau kenapa? Aku lebih takut kalau tidak menjalankan perintah Allah dengan sebaik-baiknya. Alhamdulillah sungguh, kalau ada niatan Allah selalu memberikan jalan.
Lalu bagaimana kabar hobiku  dalam ‘bernyanyi’? Berhentikah sampai di sini? Kisah ini berlanjut, berawal dari sebuah kegiatan untuk mahasiswa  baru, saat aku memasuki ruangan sudah ada ribuan orang yang duduk di dalam. Sempat terpaku sejenak, memastikan apa yang kulihat dan kudengar. Di hadapanku sedang disajikan sebuah hiburan. Di sana ada sesorang yang bermain grand piano dan ada yang menyanyikan sebuah lagu yang  setelah aku bertanya kesana kemari ternyata itu berjudul Keimanan. Indah sekali, syair dan nada yang dilantunkan merasuk kalbu. Hingga aku berfikir ternyata berkesenian itu seharusnya mempunyai orientasi yang jelas dan bukan hanya sebagai penyaluran hobi. Semenjak saat itu aku mulai mengubah cara pandangku dalam berkesenian. Mulai saat itu aku mengenal apa yang disebut dengan nasyid. Nasyid itu artinya senandung. Namun syair dalam nasyid mengajak seseorang untuk lebih mengenal Allah, Rasul dan semua hal yang memberikan kemanfaatan.
Rohis Fakultas kami mengadakan audisi nasyid muslimah. Aku pun mencoba mengikuti audisi nasyid muslimah di kampus. Akhirnya diterima dan terbentuklah sebuah grup bernama ‘Dawai’. Kini orientasiku dalam berkesenian jauh berbeda. Bermusik tidak hanya hiburan melainkan ada tujuan untuk bersyiar lewat senandung yang kami bawakan.  Di luar dugaan, nasyid kami diterima dan bisa dikatakan menjadi kebangkitan nasyid muslimah di kampus setelah sekian lama tertidur.  Alhamdulillah Grup  kami pun berkesempatan mendapatkan juara di berbagai perlombaan nasyid muslimah di Yogyakarta. Hadiah dari Allah yang luar biasa. Ternyata jilbab lebar sekalipun tak menghalangi kita untuk berkarya di bidang seni. Aku semakin mantap memilih media seni untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
Keseruan menjadi seorang mahasiswa bahasa jawa pun semakin menakjubkan. Mulai dari bermain teater, pranatacara ‘MC berbahasa Jawa’, nyindhen, dan sebagainya. Oya kalian tahu sindhen bukan? Penyanyi wanita dalam sebuah pentas wayang. Bayangan yang muncul pasti seorang wanita cantik berpakaian kebaya, bersanggul dan mengenakan kain jarit. Betul seperti itu bukan? Nah sindhen kali ini sedikit berbeda ia tidak memakai sanggul melainkan mengenakan jilbab yang menjuntai menutup dadanya. Tak lupa kedua kakinya tertutup dengan kaos kaki.  Ia itu aku. Itulah diriku ketika berada di zona kesenian tradisi yang berhubungan dengan jurusanku. Ada masa dimana harus bermain karawitan, membacakan sebuah geguritan di sebuah pentas teater atau memang benar-benar nyindhen di pentas wayang kulit. Seru juga sih duduk manis semalaman suntuk menjadi seorang sindhen. Sekali lagi terbukti jilbab lebarku tidak menghalangiku untuk berkarya meski di kesenian tradisi.
Kesenian jawa dan ajaran islam sebenarnya sangat erat kaitannya. Masih ingat dengan Sunan Kalijaga yang menyampaikan dakwahnya melalui wayang? Nah ternyata aku banyak belajar dari berbagai kesenian tradisi ini. Memang benar kebudayaan jawa itu ‘Adi luhung’. Banyak pesan moral yang disampaikan melalui beranekamacam karya sastra jawa.  Bahkan ketika aku nyindhen, membaca geguritan ataupun bermain teater. Banyak yang langsung menmberikan justifikasi bahwa kesenian jawa itu banyak syiriknya. Hatiku pun berkata, makanya belajar, banyak membaca dan mengkaji pengetahuan keislaman. Kita dianugrahi Allah otak dan kemampuan untuk berfikir kenapa tidak dimanfaatkan.  Pengetahuan itulah yang akan menjadi filter  bagi diri kita mana kebudayaan yang sesuai dengan syariat dan mana yang tidak sesuai.
Memang sih secara umum aku dibilang muslimah yang nyleneh lain dari yang lain. Banyak yang menentang dengan apa yang kujalani. Hukum perempuan bernyanyi dan sebagainya banyak diperdebatkan. Sempat goyah juga dengan cibiran orang. Akan tetapi bukan berarti bertindak tanpa dasar lho. Apa yang kulakukan ini sudah kudiskusikan kepada ustad yang ahli dibidangnya. Selain itu juga memperkaya diri dengan banyak membaca buku.  Salah satu buku yang recommended untuk para pejuang seni  adalah ‘Islam bicara Seni’ karya Ust Yusuf Qardawi. Berdasarkan buku-buku yang dibaca dan diskusi yang dilakukan. Semua itu membuat semakin mantap melangkah dan melaju ke depan. Whatever apa kata orang, yang penting aku sudah madhep mantep dengan apa yang kupilih ini. Kalau Pak Taufik Ismail mengatakan bahwa bentuk ketaatan beliau kepada Allah adalah melalui puisi-pusinya. Maka ijinkanlah aku menyampaikan pesan melalui kesenian sebagai bentuk ketaatanku kepada Allah. Karena aku sadar aku tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk menjadi penceramah ataupun penulis. Mungkin inilah salah satu potensi yang bisa kumanfaatkan untuk memberikan kebaikan kepada umat.

Rencana dari Allah itu terkadang memang mengejutkan. Beberapa waktu lalu aku juga diberi kesempatan nyindhen  di sebuah konser megah seorang artis Muslimah Oki Setiana Dewi ketika tour promo album ke Yogyakarta. Alhamdulillah, suatu pengalaman yang luar biasa. Menyanyikan sebuah tembang pangkur untuk memanggil Mbak Oki naik ke atas panggung. Tembang tersebut kurang lebih berisi tentang gambaran seorang Oki Setiana Dewi. Mbak Oki merupakan sosok muslimah berjilbab yang inspiratif menurutku. Prestasi dan kemampuannya disegala bidang begitu amazing. 
Saat menjadi MC di konser Oki Setiana Dewi
Akupun  membuktikan sungguh berjilbab memang bukan halangan sesorang untuk terus berkarya dan berpretasi meskipun prestasiku tidak sebanyak Mbak Oki. Semua itu bergantung pada niat, yaitu benar-benar karena mengharap ridho Allah SWT. Entah skenario apa yang direncanakan Allah selanjutnya, yang jelas  jilbab ini tak menghalangiku tuk berkarya. Jilbab ini terus menuntunku menuju kebaikan dan mengajak untuk terus berdenting. Memainkan nada dan  pesan terindah untuk sesama. Semoga iman  senantiasa terpatri di dalam dada dan barokah untuk semua. Aamiin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar